8. Manusia dan Harapan
Harapan Masyarakat Indonesia Terhadap Timnas Indonesia
Kemajuan demi kemajuan terus diperlihatkan oleh timnas Indonesia yang kini sedang berada diujung tombak babak penentuan laga putaran pertama final AFF 2010, dan itu merupakan sebuah prestasi yang gemilang dalam mencapai puncak keberhasilan dan kemenangan. Indonesia kini mencoba untuk menoreh sebuah sejarah baru dalam dunia olahraga sepakbola bertaraf internasional.
Seluruh lapisan masyarakat memberikan dukungan dan harapan yang sangat besar sekali atas timnas Indonesia sebagai juara pertama di ajang Piala AFF 2010 sekarang ini. Masyarakat rela mengantri di antrian yang panjang sekali, sehingga berjam-jam dan berhari-hari , saling berdesakan dan dibawah terik sinar matahari, namun mereka tetap saja bertahan dan berjuang demi mendapatkan sebuah tiket untuk menyaksikan secara langsung timnas kesayangan mereka dalam bertanding. Selain itu juga berbagai macam do’a dan harapan dari berbagai seluruh kalangan masyarakat terus dicurahkan terhadap sebuah kemenangan timnas Indonesia ini.
Dukungan yang begitu besar dari masyarakat terhadap timnas ini, merupakan sebuah bentuk rasa kecintaan mereka dan harapan terhadap martabat bangsa Indonesia. Dalam hal ini, masyarakat bersatu padu dengan satu suara dan satu do’a yaitu “Kemenangan”. Sikap masyarakat yang seperti ini, adalah gambaran rasa rindu mereka terhadap sebuah kemajuan peradaban. Oleh karena itu, moment ini merupakan moment yang ditunggu-tunggu sebagai sejarah baru bagi dunia sepakbola Indonesia, terutama terhadap perkembangan timnas Indonesia. Perlu ditekankan disini, bahwa harapan masyarakat terhadap spirit timnas tidak hanya selesai untuk sekali ini saja, akan tetapi spirit dan kompetisi yang berkelanjutan itulah yang menjadi harapan dari masyarakat.
Semua harapan itu akan terlaksana jika pembangunan infrastruktur dan mental dipadukan dengan penuh keseriusan dan tanggung jawab. Pembangunan infrastuktur berupa sarana dan prasarana yang memadai terus ditingkatkan, tidak hanya bagi para pemain yang senior, akan tetapi berlaku juga terhadap bakat-bakat dari para pemain yang masih muda. Dibuktikan dengan dibangunnya stadion dan sekolah-sekolah yang berkualitas, system seleksi yang ketat dan proporsional penuh dengan profesionalitas dan rasa tanggung jawab. Tentu kesemuanya itu dilaksanakan dengan semangat keadilan dan pemerataan semua jenjang umur, pendidikan dan daerah. Namun itu semua, perlu adanya kesabaran baik bagi pihak pemerintah maupun masyarakat, karena pembangunan-pembangunan itu dilaksanakan tidak dengan biaya yang kecil.
Pembangunan infrastruktur tidak ada nilainya jika tidak disinergikan dengan pembangunan mental. Jiwa dan mental kemenangan, profesionalisme dan tanggung jawab inilah yang harus ditanam dan dibangun mulai sejak dini, sehingga mampu melahirkan sikap mental yang kuat. Penanaman mental ini, tentu dilaksanakan terutama terhadap anak-anak kecil yang mempunyai bakat didunia sepakbola, karena mereka terus tumbuh sehingga menjadi dewasa yang mampu membawa harum nama Indonesia dimata dunia.
Pada saat waktunya tiba, ketika sebuah timnas mampu membangun dan membawakan mental kemenangan yang kuat, karena hasil dari pembangunan infrastruktur dan mental yang lebih serius dan penuh rasa tanggung jawab, maka pada saat itu Indonesia akan sangat lebih bangga sekali karena naturalitas timnas itu sendiri, dengan 100 % natural pemain dan pelatih timnas Indonesia, sehingga Indonesia tidak lagi membutuhkan naturalisasi timnas. Harapan-harapan inilah yang coba dikomunikasikan dari bentuk antusiasme yang besar dari masyarakat, sehingga dapat direfleksikan oleh timnas Indonesia dalam menoreh sejarah baru.
Meski Kalah Pada Final AFF, Harapan Pada Timnas Tetap Hidup Lautan suporter berbaju merah seakan memancarkan energi dahsyat bagi Timnas Indonesia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Rabu 29 Desember 2010. Pada malam final Piala AFF leg kedua itu, stadion tua yang dibangun sejak 1960 itu padat sesak. Sebanyak 88 ribu tempat duduk yang tersedia tak mampu menampung luapan dukungan masyarakat kepada tim nasional Indonesia. Timnas masuk lapangan dengan kepala tegak. Defisit tiga gol yang harus ditanggung dari final leg pertama seperti tak terpikirkan oleh mereka. Apalagi ketika 'Indonesia Raya' berkumandang. Mata sejumlah pemain berkaca-kaca. Mereka tampak siap berjuang habis-habisan.
Sayang penampilan mereka malam itu tak sebaik apa yang diperlihatkan pasukan Alfred Riedl itu saat penyisihan Grup A. Serangan tak mengalir mulus. Absennya Oktovianus Maniani di sayap kiri terasa sangat berpengaruh. Arif Suyono yang diplot Riedl menjadi pengganti gagal menampilkan pemain terbaiknya.
Setelah sempat kesulitan menembus pertahanan tim jiran, harapan akhirnya muncul. Indonesia mendapat tendangan penalti setelah pemain Malaysia handsball di kotak terlarang. Sayang, Firman Utina gagal membawa timnya unggul. Tendangannya terlalu lemah, dan dapat ditangkap kiper Khairul Fahmi Che Mat yang malam itu bermain cekatan. Tak lama, Malaysia justru yang berada di atas angin. Usai jeda babak pertama, mereka bisa unggul lebih dulu berkat gol Mohd Safee bin Mohd Sali di menit 56. Dua gol balasan Indonesia yang dicetak M Nasuha (71) serta gol bunuh diri pemain Malaysia yang salah mengantisipasi tendangan M Ridwan tak cukup menggaet Piala AFF ke dalam pelukan negeri. Indonesia menang 2-1, tapi secara agregat kalah 2-4.
"Semua pemain kurang tenang. Indonesia punya banyak peluang tapi kesulitan melakukan penyelesaian akhir yang mematikan," kata Jacksen Ferreira Tiago, pelatih Persipura Jayapura.
"Menurut Jacksen, kegagalan Indonesia bukan disebabkan oleh hasil laga 90 menit di Senayan. Kegagalan Indonesia menjadi juara sudah 'dirintis' di bukit Jalil saat kalah 0-3, 26 Desember 2010. Di pertandingan tadi (di Senayan) kita menang kan? Kegagalan Indonesia menjadi juara sudah terjadi di final leg pertama," kata Jacksen. Dia menilai di final leg pertama Markus Horison dan kawan-kawan seolah kurang tenaga. Terlalu banyak kesalahan yang tak perlu hadir di pertandingan itu.
Pada leg kedua tak perlu kita menyalahkan siapa-siapa. Firman juga tidak salah. Riedl sudah menyiapkan dia menjadi algojo sejak latihan karena dia memang paling siap. Apalagi dia sukses menendang penalti di penyisihan grup."
Sisi positif Riedl
Terlepas dari kegagalan Indonesia menjadi juara dalam empat percobaan di partai final Piala AFF, ada harapan yang diperlihatkan timnas di bawah asuhan Alfred Riedl. Ia berani memilih beberapa pemain baru yang sebelumnya tidak dilirik sama sekali. Riedl juga sama sekali tak memandang senioritas di dalam tim. Bambang Pamungkas mungkin tak pernah mengira ia bakal tak pernah menjadi starter sama sekali di Piala AFF kali ini. Bagi Riedl, yang boleh main dari awal adalah yang paling siap. Bukannya yang paling berpengalaman. Jacksen setuju sikap Riedl. Persiapan mepet yang dilakukan Riedl mampu diramu menjadi kekuatan, yang setidaknya ampuh di penyisihan hingga semifinal. Apalagi mengingat hanya ada waktu 48 jam untuk menyiapkan pasukan Timnas Indonesia setelah kekalahan di Bukit Jalil, Kuala Lumpur. Tapi penampilan Indonesia malam itu, terutama semangat menyerang yang konstan, bolehlah membuat para suporter sedikit berbusung dada. Seperti dikatakan Jaksen, setidaknya Riedl berhasil menyalakan kembali harapan baru. "Saya sudah 16 tahun di Indonesia tapi tak pernah lihat antusiasme seperti ini. Artis-artis cantik mau datang ke stadion. Semua orang Indonesia bangga sekarang punya timnas seperti ini.
http://olahraga.kompasiana.com/bola/2010/12/27/timnas-indonesia-sedang-menoreh-sejarah/
http://fokus.vivanews.com/news/read/196533-beratnya-jadi-juara-usai-partai-bukit-jalil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar