Senin, 14 Maret 2011

4. Manusia dan Adil

Berpoligami dalam keluarga dan berlaku adil kepada para istri – istrinya 

                 Poligami adalah sunnah para kekasih Allah : para Nabi, para Rasul, dan para wali. Karena itu, tentulah dalam poligami terdapat hikmah yang luar biasa. Tak mungkin Allah memerintahkan para kekasih-Nya untuk menzhalimi makhluk lain. Salah satunya adalah pendidikan. Tuhan ingin mendidik manusia untuk berlaku adil. Bukan mudah berlaku adil, tetapi adil adalah salah satu sifat taqwa (bahkan yang paling mendekati taqwa) yang wajibdiusahakan. Bagi sang suami, dia dilatih untuk bersikap adil dalam keluarga, terhadap 2, 3, atau ke 4 istrinya. Keadilan yang paling utama adalah adil dalam membawa keluarga untuk kenal Tuhan, cinta Tuhan dan takut Tuhan. Suami bertanggung jawab penuh dalam hal tersebut. Ini adalah pendidikan yang luar biasa...bayangkan, kita saja (laki-laki) belum tentu selamat menghadapi pertanyaan HAKIM YANG MAHA ADIL di Padang Mahsyar nanti, eh, ini ada beban pula 4 orang yang harus kita kenalkan pada Tuhan. Jika mereka tak kita kenalkan pada Tuhan, mereka berhak menuntut kita di Yaumul Akhir nanti dan itu bisa menyeret kita ke neraka, seburuk-buruk tempat menetap.

                  Bagi para istri, ini benar-benar sebuah ujian berat: cinta suami atau cinta Tuhan? Ujian ini memang amat berat. Hanya seorang perempuan yang betul-betul beriman saja yang mau mengorbankan perasaannya untuk cinta agung: ALLAH Yang Maha Tinggi. Sebenarnya untuk perempuan dengan keimanan yang tinggi, poligami justru sangat menguntungkan karena di saat "giliran" bukan milik dia itulah saat untuk berkasih-kasihan dengan Tuhan, suatu zat yang paling berjasa dan paling patut dicintai. Di saat sepi di malam hari itulah kita dapat mengadu pada ALLAH, sebab jika suami tak poligami, 24 jam sang istri harus melayani suami, melayani suatu makhluk yang sebenarnya hamba ALLAH juga

                   Poligami sangat mendidik nafsu. Poligami melatih kita berkorban. Surga ALLAH itu amat mahal. Hanya dapat diperoleh melalui pengorbanan yang besar. Jika untuk satu rumah di dunia saja -yang mungkin hanya kita tempati 20 tahun- kita mampu susah payah mengejarnya, apalagi ini? Rumah di surga itu sangat INDAH dan KEKAL, tentulah sangat mahal harganya. Memburu cinta manusia, kita akan merugi karena cinta manusia tak kekal dan mengecewakan. Memburu cinta Tuhan tak akan rugi, bahkan membawa saling berkasih sayang antar manusia.

Arti sikap “adil” dalam poligami

                Allah Subhanahu wa Ta’ala merintahkan kepada semua manusia untuk selalu bersikap adil dalam semua keadaan, baik yang berhubungan dengan hak-Nya, maupun hak-hak sesama manusia, yaitu dengan mengikuti ketentuan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam semua itu, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan agamanya di atas keadilan yang sempurna. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. an-Nahl: 90). Termasuk dalam hal ini, sikap “adil” dalam poligami, yaitu adil (tidak berat sebelah) dalam mencukupi kebutuhan para istri dalam hal makanan, pakaian, tempat tinggal dan bermalam bersama mereka.Dan ini tidak berarti harus adil dalam segala sesuatu, sampai dalam hal yang sekecil-kecilnya, yang ini jelas di luar kemampuan manusia. Sebab timbulnya kesalahpahaman dalam masalah ini, di antaranya karena hawa nafsu dan ketidakpahaman terhadap agama, termasuk kerancuan dalam memahami firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan kamu biarkan yang lain terkatung-katung.” (QS. an-Nisaa’: 129).
Apa yang Dimaksud Adil dalam Poligami

                 Perbuatan adil yang diperintahkan adalah yang sesuai kemampuan, yaitu adil di dalam pembagian waktu bermalam dan pemberian nafkah.
Sedangkan adil dalam masalah cinta dan hal-hal yang berkaitan dengannya seperti perbuatan intim dan sejenisnya, maka hal ini tidak ada kemampuan. Permasalahan tersebut yang dimaksudkan dengan firman Allah Ta’ala :
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian.” (An-Nisaa’: 129)
Oleh karena itu telah kuat riwayat hadits dari Nabi pada riwayat Aisyah Radhiyallahu’anha, ia berkata:
“Beliau biasa membagi hak diantara istri-istrinya lalu beliau berdoa: ‘Ya Allah, inilah usahaku membagi terhadap apa yang aku mampu, maka janganlah Engkau cela aku terhadap apa yang Engkau mampu sedangkan aku tidak mampu. ” (Riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi, An-Nasal, dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan- AlHakim)
Adil di sini bukanlah bererti hanya adil terhadap para isteri sahaja, tetapi mengandungi erti berlaku adil secara mutlak. Oleh kerana itu seorang suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:

a) Berlaku adil terhadap dirinya sendiri.

                Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa orang isteri. Apabila dia tetap berpoligami, ini bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian adalah tidak adil.

b. Adil di antara para isteri. 

                 Setiap isteri berhak mendapatkan hak masing-masing dari suaminya, berupa kemesraan hubungan jiwa, nafkah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain perkara yang diwajibkan Allah kepada setiap suami. Adil di antara isteri-isteri ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah dalam Surah an-Nisak ayat 3 dan juga sunnah Rasul. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;
"Barangsiapa yang mempunyai dua isteri, lalu dia cenderung kepada salah seorang di antaranya dan tidak berlaku adil antara mereka berdua, maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah." (Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal)

c. Adil memberikan nafkah.

               Dalam soal adil memberikan nafkah ini, hendaklah si suami tidak mengurangi nafkah dari salah seorang isterinya dengan alasan bahawa si isteri itu kaya atau ada sumber kewangannya, kecuali kalau si isteri itu rela. Suami memang boleh menganjurkan isterinya untuk membantu dalam soal nafkah tetapi tanpa paksaan. Memberi nafkah yang lebih kepada seorang isteri dari yang lain-lainnya diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Misalnya, si isteri tersebut sakit dan memerlukan biaya rawatan sebagai tambahan.
Prinsip adil ini tidak ada perbezaannya antara gadis dan janda, isteri lama atau isteri baru, isteri yang masih muda atau yang sudah tua, yang cantik atau yang tidak cantik, yang berpendidikan tinggi atau yang buta huruf, kaya atau miskin, yang sakit atau yang sihat, yang mandul atau yang dapat melahirkan. Kesemuanya mempunyai hak yang sama sebagai isteri.

d. Adil dalam menyediakan tempat tinggal

               Selanjutnya, para ulama telah sepakat mengatakan bahawa suami bertanggungjawab menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk tiap-tiap isteri berserta anak-anaknya sesuai dengan kemampuan suami. Ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan isteri-isteri, jangan sampai timbul rasa cemburu atau pertengkaran yang tidak diingini. 

e. Adil dalam giliran

                  Demikian juga, isteri berhak mendapat giliran suaminya menginap di rumahnya sama lamanya dengan waktu menginap di rumah isteri-isteri yang lain. Sekurang-kurangnya si suami mesti menginap di rumah seorang isteri satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu juga pada isteri-isteri yang lain. Walaupun ada di antara mereka yang dalam keadaan haidh, nifas atau sakit, suami wajib adil dalam soal ini. Sebab, tujuan perkahwinan dalam Islam bukanlah semata-mata untuk mengadakan 'hubungan seks' dengan isteri pada malam giliran itu, tetapi bermaksud untuk menyempumakan kemesraan, kasih sayang dan kerukunan antara suami isteri itu sendiri. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar